Buang Waktu


Saat kamu membaca tulisan ini, kamu berada di dalam konsep kehidupan di mana kamu sendiri terikat dalam hal yang tak kasat mata. 

Eits… nggak usah takut dululah. Selesaikan dulu membaca tulisan ini. Hal tak kasat mata yang saya maksudkan adalah hal yang seringkali orang-orang lupakan. Termasuk saya sendiri. Ini bukan tentang spiritualitas pribadi tapi masih berkaitan dengan hal fisika yang pernah kamu pelajari di bangku sekolah dulu. 

Konsep itu adalah waktu. Terdengar sepele, tapi memang kita—yang notabene adalah manusia, sudah terikat waktu sejak kita pertama dilahirkan. Beberapa teori mengemukakan bahwa sebelum adanya kehidupan, waktu dululah yang tercipta. Mungkin juga ilmuwan tak pernah bisa menjawab satuan waktu yang bisa dihitung kapan mulai tercipta waktu sampai akhirnya Big Bang menciptakan semesta. Begitu konon kabarnya. 

Lantas jika waktu mengikat, bagaimana melepasnya? 

Melepas waktu berarti melepas hidup. Terdengar puitik tapi kata yang digambarkan oleh seorang penyair, pujangga, bahkan musisi ketika mengungkapkan akhir kehidupan adalah: habis waktu. Karena memang manusia belum mencapai pada konsep setelah kehidupan itu apa. Katakanlah agama benar dan absolut bahwa kehidupan abadi tercipta ketika manusia meninggalkan dunia ini, namun jika di sana itu manusia masih terikat waktu, bukankah akhirnya waktu bisa jadi merupakan salinan manusia tercipta? Sayangnya lagi-lagi manusia butuh sebuah satuan untuk bisa menghitung. Sejak awal angka merasuk ke dalam nalar pikir manusia, semua menjadi harus dihitung hingga waktu sampai akhirnya kata-kata yang tadi saya tulis tentang waktu adalah salinan manusia, tak lantas beberapa dari kamu menganggap bahwa waktu sama dengan nafas yang kita butuhkan selama hidup. Contoh kasarnya adalah jika kamu bisa memperlambat nafasmu, maka waktu akan ikut-ikutan melambat. Sebaliknya, jika nafas dipercepat waktu menjadi cepat. Halo… apakah masih ada yang membaca sampai di sini atau pikirannya sudah mulai liar untuk menolak tulisan ini? Atau sudah mencoba untuk mempercepat nafas agar waktu cepat-cepat berlalu sehingga mungkin ada keinginanmu yang masih terjarak waktu kian mendekat? 

Kita bisa ketawa dengan hal itu karena itu sama saja tidak mungkin terjadi. Karena hukum fisika telah menetapkan manusia masih kesusahan untuk memanipulasi waktu. Mempercepat atau memperlambat waktu adalah hal yang mustahil dengan kapasitas otak manusia yang terbatas. Manusia dengan waktu hanya bisa ‘mempermainkannya’.

Bermain dengan waktu bisa seperti para pemain sepak bola yang dengan sengaja membiarkan bolanya tidak ia gulirkan ke dalam sisi pertahanan lawan, namun cuma sekedar dia bawa di sisi lapangan tempat di mana timnya berada. Tidak perlu berada di sebuah lapangan untuk manusia mempermainkan waktu. Cukup diam di posisi saat ini, tak membaca tulisan ini, tidak berpikir apa-apa, tidak memberikan informasi apa-apa ke dalam kepala, melihat imaji di depan mata tanpa memprosesnya sedemikian rupa sehingga yang di hadapanmu tidak berarti apa-apa dan seketika orang lain melihat serangkaian kejadian ini kamu disebut sedang melakukan ‘buang-buang waktu’.

Tentunya ada gambaran yang lebih luas dengan buang-buang waktu. Kamu membaca komik daripada membaca buku filsafat, bisa disebut buang waktu. Kamu menikmati sebuah konten di internet tanpa membuat konten, ada yang menganggap buang waktu. Konsep buang waktu bisa kita amini adalah ketika manusia tidak melakukan hal yang berguna untuk dirinya sendiri.

Sehingga kita bisa memahami bahwa harga sebuah waktu adalah kamu melakukan hal-hal yang berguna. Tidak berguna? Buang waktu. 

Jadi bisa saja bagi saya menuliskan tulisan ini adalah cara saya membuang waktu. Caramu membuang waktu adalah membaca tulisan ini. Lalu apa kamu kepikiran jika jin buang waktu seperti apa? Masa cuma buang anak doang. Bisa jugalah jin buang waktu mengamati kelakuan manusia karena bagi dunia mereka ada hal lain yang cukup berguna.

Sudah bergunakah kamu?

 

 

 

Jacob

I am the man that sank Atlantis

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama